KARATE
1. Definisi Karate
Karate adalah seni bela diri yang berasal dari Jepang. Karate terdiri dari atas dua kanji, yaitu ‘Kara’ yang berarti ‘kosong’, dan ‘te’ yang berarti ‘tangan’. Kedua kanji tersebut bermakna “tangan kosong” (pinyin : kongshou). Karate berarti sebuah seni bela diri yang memungkinkan seseorang mempertahankan diri tanpa senjata.
Selain itu, makna kata “kara” pada karate mengarah kepada sifat kejujuran, rendah hati dari seseorang. Walaupun demikian, sifat kesatria tetap tertanam dalam kerendahan hatinya, demi keadilan berani maju sekalipun berjuta lawan tengah menunggu.
Akhiran kata “Do” pada karate-do memiliki makna jalan atau arah. Suatu filosofi yang diadopsi tidak hanya oleh karate tapi juga oleh kebanyakan seni bela diri Jepang dewasa ini (Kendo, Judo, Kyudo, Aikido, dll).
Demikianlah makna yang terkandung dalam karate. Karena itulah seseorang yang belajar karate sepantasnya tidak hanya memperhatikan sisi teknik dan fisik, melainkan juga memperhatikan sisi mental yang sama pentingnya. Seiring usia yang terus bertambah, kondisi fisik akan terus menurun. Namun kondisi mental seorang karateka yang diperoleh lewat latihan yang lama akan membentuk kesempurnaan karakter.
3. Sejarah Karate di Indonesia.
Karate masuk di Indonesia bukan dibawa oleh tentara Jepang melainkan oleh mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang kembali ke tanah air setelah menyelesaikan pendidikan merekadi Jepang. Pada tahun 1963, beberapa mahasiswa Indonesia, antara lain: Baud AD Adikusumo (seorang karateka yang mendapatkan sabuk hitam dari M.Nakayama, JKA Shotokan), Karianto Djojonegoro, Mochtar Ruskan dan Ottoman Noh, mendirikan Dojo di Jakarta. Mereka inilah yang mula-mula memperkenalkan karate (aliran Shoto-kan) di Indonesia, dan selanjutnya mereka membentuk wadah yang mereka namakan Persatuan Olahraga Karate Indonesia (PORKI) yang diresmikan tanggal 10 Maret 1964 di Jakarta. Baud AD Adikusumo kemudian tercatat sebagai pelopor seni beladiri Karate di Indonesia dan juga pendiri Indonesia Karate-DO (INKADO).
Setelah beliau, tercatat nama putra-putra bangsa Indonesia yang ikut berjasa mengembangkan berbagai aliran Karate di Indonesia, antara lain: Sabeth Mukhsin dari aliran Shotokan, pendiri Institut Karate-Do Indonesia (INKAI) dan Federasi Karate Tradisional Indonesia (FKTI), dan juga adalah Anton Lesiangi (sama-sama dari aliran Shotokan), pendiri Lembaga Karate-Do Indonesia/LEMKARI.
Aliran Shotokan adalah yang paling populer di Indonesia. Selain Shotokan, Indonesia juga memiliki perguruan-perguruan dari aliran lain yaitu Wado dibawah asuhan Wado-ryu Karate-Do Indonesia (WADOKAI) yang didirikan oleh C.A. Taman dan Kushin-ryu Matsuzaki Karate-Do Indonesia (KKI) yang didirikan oleh Matsuzaki Horyu. Selain itu juga dikenal Setyo Haryono dan beberapa tokoh lainnya membawa aliran Goju-ryu, dan Nardi T. Nirwanto dengan beberapa tokoh lainnya membawaaliran Kyokushin. Aliran Shito-ryu juga tumbuh di Indonesia dibawah perguruan GABDIKA Shitoryu (dengan tokohnya Dr. Markus Basuki) dan SHINDOKA (dengan tokohnya Bert Lengkong). Selain aliran-aliran yang bersumber dari Jepang di atas, ada juga beberapa aliran Karate di Indonesia yang dikembangkan olehputra-putra bangsa Indonesia sendiri, sehingga menjadi independen dan tidak terikat dengan aturan dari Hombu Dojo (Dojo Pusat) di negeri Jepang.
Disamping ex-mahasiswa-mahasiswa tersebut di atas, orang-orang Jepang yang datang ke Indonesia dalam rangka usaha telah pula ikut memberikan warna bagi perkembangan karate di Indonesia. Mereka-mereka ini antara lain: Matsusaki (Kushinryu-1966), Ishi (Gojuryu-1969), Hayashi (Shitoryu-1971) dan Oyama (Kyokushinkai-1967).
Karate ternyata memperoleh banyak penggemar, yang implementasinya terlihat muncul dari berbagai macam organisasi (Pengurus) karate, dengan berbagai aliran seperti yang dianut oleh masing-masing pendiri perguruan. Banyaknya perguruan karate dengan berbagai aliran menyebabkan terjadinya ketidak cocokan diantara para tokoh tersebut, sehingga menimbulkan perpecahan di dalam tubuh PORKI. Namun akhirnya dengan adanya kesepakatan dari para tokoh-tokoh karate untuk kembali bersatu dalam upaya mengembangkan karate di tanah air sehingga pada tahun 1972 hasil Kongres ke IV PORKI, terbentuklah satu wadah organisasi karate yang diberi nama Federasi Olahraga Karate-Do Indonesia (FORKI).
Sejak FORKI berdiri sampai dengan saat ini kepengurusan di tingkat Pusat yang dikenal dengan nama Pengurus Besar/PB, organisasi ini telah dipimpin oleh 6 orang Ketua Umum dan periodisasi kepengurusannya pun mengalami 3kali perobahan masa periodisasi yaitu: periode 5 tahun (ditetapkan pada Kongres tahun 1972 untuk kepengurusan periode tahun 1972 – 1977), periodisasi 3 tahun (ditetapkan pada kongres tahun 1997 untuk kepengurusan periode tahun 1997 – 1980), dan periodisasi 4 tahun (Berlaku sejak kongres tahun 1980 sampai sekarang).
Adapun mereka-mereka yang pernah menjadi Ketua Umum dan Sekretaris Jenderal (Umum) FORKI sejak tahun 1972 adalah sbb :
Periode/Masa Bakti Ketua Umum Sekretaris Jenderal/Umum Keterangan
1972 – 1977 Widjojo Suyono Otoman Nuh Kongres IV PORKI/FORKI 1972 di Jakarta
1977 – 1980 S u m a d i Rustam Ibrahim Kongres V FORKI 1977 di Jakarta
1980 – 1984 Subhan Djajaatmadja G.A. Pesik Kongres VI FORKI 1980 di Jakarta
1984 – 1988 R u d i n i Adam Saleh Kongres VII FORKI 1984 di Bandar Lampung
1988 – 1992 R u d i n i G.A. Pesik Kongres VIII FORKI 1988 di Jakarta
1992 – 1996 R u d i n i G.A. Pesik Kongres IX 1992 di Jakarta (Diperpanjang sd 1997)
1997 – 2001 W i r a n t o Drs. Hendardji -S,SH. Kongres X FORKI 1997 di Caringin Bogor Jawa Barat
2001 – 2005 Luhut B. Pandjaitan, MPA. Drs. Hendardji -S,SH. Konres XI FORKI 2001 di Jakarta
2005 – 2009 Luhut B. Pandjaitan, MPA. Drs. Hendardji -S,SH. Kongres XII FORKI 2005 di Jakarta